FPAM Kritik Keras: Kurang dari Setahun Kepemimpinan Bupati, Bantaeng Sudah Dua Kali Terendam Banjir

BANTAENG | FAJARINDONESIANEWS.ID-Front Pemuda Advokasi Masyarakat (FPAM) menyoroti keras penanganan mitigasi banjir Pemerintah Kabupaten Bantaeng setelah wilayah tersebut kembali terendam banjir besar pada 30 November 2025.

Bagi FPAM, banjir ini bukan sekadar musibah, melainkan alarm kegagalan pemerintah karena hanya dalam kurun waktu lima bulan, Bantaeng mengalami dua kali banjir besar — setelah sebelumnya dihantam banjir bandang pada 5 Juli 2025.

Ketua Umum FPAM, Misbah, menegaskan bahwa dua peristiwa banjir besar dalam periode pendek menunjukkan bahwa pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Uji Nurdin gagal menyiapkan sistem pencegahan dan mitigasi yang memadai.

“Bantaeng tenggelam dua kali hanya dalam waktu kurang dari setahun. Ini bukan kebetulan alam—ini bukti bahwa pemerintah tidak siap, tidak waspada, dan tidak melakukan mitigasi sebagaimana mestinya,” tegas Misbah.

FPAM menilai pemerintah tidak pernah melakukan evaluasi menyeluruh setelah banjir Juli 2025. Banyak janji perbaikan dan penanganan yang disampaikan pascabencana, namun kenyataannya banjir November membuktikan bahwa kerusakan tanggul, sedimentasi sungai, dan drainase buruk masih dibiarkan begitu saja.

FPAM merinci sejumlah persoalan yang mereka nilai menjadi akar masalah berulangnya banjir, Drainase perkotaan dangkal dan penuh sedimentasi, Tanggul yang jebol pascabanjir sebelumnya belum diperbaiki permanen, Normalisasi sungai hanya dilakukan secara sporadis, Tidak ada peta mitigasi risiko banjir yang jelas, dan Tidak ada strategi jangka panjang berbasis data hidrologi

Menurut FPAM, pemerintah lebih sibuk menunggu bencana terjadi ketimbang melakukan langkah antisipatif.

“Pemerintah hanya sibuk dengan penanganan saat banjir, tapi lupa bahwa pencegahan jauh lebih penting. Kalau mitigasi dilakukan serius sejak Juli, Bantaeng tidak seharusnya kembali banjir di akhir November,” lanjut Misbah.

FPAM juga mengkritisi minimnya transparansi anggaran, khususnya penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk penanganan pascabanjir sebelumnya.

“Kami menunggu laporan terbuka: berapa anggaran yang digunakan, dikerjakan di mana saja, siapa pelaksananya, dan hasilnya apa? Karena dari fakta di lapangan, tidak ada perubahan signifikan,” kata Misbah.

FPAM menduga bahwa beberapa proyek darurat hanya bersifat jangka pendek dan tidak menyentuh akar persoalan struktural.

Atas kondisi ini, FPAM mendesak Pemerintah Kabupaten Bantaeng untuk segera melakukan Audit kerusakan sungai dan tanggul secara ilmiah, Normalisasi sungai di titik rawan banjir, Perbaikan permanen tanggul, bukan sekadar bronjong darurat, Revitalisasi drainase di pusat kota, Transparansi penggunaan anggaran penanganan bencana, Pelibatan ahli hidrologi dan kehutanan dalam penyusunan mitigasi jangka panjang

“Tanpa evaluasi total, banjir berikutnya hanya menunggu waktu. Jangan biarkan Bantaeng selalu menjadi korban dari kelalaian pemerintahnya sendiri,” tutup Misbah.

Bagi FPAM, dua banjir besar dalam kurun waktu singkat adalah bukti bahwa pemerintah Kabupaten Bantaeng telah gagal memastikan perlindungan lingkungan dan keselamatan warga. Mereka mendesak mitigasi serius dan penguatan sistem pengendalian banjir agar Bantaeng tidak kembali tenggelam untuk ketiga kalinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Category List