Makassar | FAJARINDONESIANEWS.ID-Kapal perintis yang sejatinya menjadi urat nadi transportasi rakyat di wilayah timur Indonesia kembali tercoreng oleh dugaan praktik pungutan liar (pungli). Kasus terbaru menimpa KM Sabuk Nusantara 85 yang dikelola PT PELNI (Persero) Cabang Makassar, kapal yang mendapat subsidi penuh dari negara untuk melayani masyarakat di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan.
Modus Sistematis di Atas Kapal
Lembaga Pemerhati dan Advokasi Rakyat Sulawesi Selatan (LEMPAR Sulsel) membeberkan dugaan praktik kotor yang dilakukan awak kapal. Setiap pelayaran, penumpang yang membawa barang bawaan dikenakan “biaya tambahan” dengan dalih overload. Padahal, barang bawaan masih tergolong normal sesuai ketentuan.
“Modusnya bervariasi, mulai Rp20 ribu hingga ratusan ribu. Praktik ini berlangsung tanpa resi resmi. Kalau dihitung jumlah penumpang bisa ratusan, berarti potensi pungli ini sangat besar dan jelas merugikan masyarakat,” ungkap Sekjen LEMPAR Sulsel, Ahmad Lutfi.
Parahnya, pungli ini disebut berlangsung secara sistematis dan terstruktur. Lutfi menilai mustahil nakhoda kapal tidak mengetahui praktik anak buah kapal (ABK)-nya.
Kapten Disorot, Negara Dirugikan
Sebagai pucuk komando, nakhoda wajib bertanggung jawab penuh atas segala aktivitas di atas kapal. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 342 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) serta UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Kalau kapten diam, sama saja ada pembiaran. Bahkan bisa diduga ada keuntungan terselubung yang dinikmati,” kata Lutfi menegaskan.
LEMPAR juga mengungkap fakta lain: awak kapal kerap memfasilitasi pemesanan minuman keras dari Maumere maupun Makassar. Tindakan ini dinilai kontraproduktif dengan misi kapal perintis yang sejatinya untuk melayani kepentingan masyarakat kecil dengan dana subsidi pemerintah.
Somasi dan Ancaman Aksi
Atas temuan tersebut, LEMPAR Sulsel melayangkan somasi resmi kepada PT PELNI Cabang Makassar dan nakhoda KM Sabuk Nusantara 85. Dalam surat bernomor 050/SMS/LEMPAR-SULSEL/IX/2025 itu, LEMPAR memberi waktu 2×24 jam kepada pihak PELNI untuk memberikan klarifikasi tertulis.
Jika somasi diabaikan, LEMPAR berjanji akan menggelar aksi unjuk rasa di kantor PELNI Makassar, otoritas pelabuhan, dan instansi terkait pada Kamis (26/9/2025). Sedikitnya 50 orang massa aksi dipastikan turun ke jalan.
Selain itu, LEMPAR juga akan melaporkan kasus ini ke Direktur PT. Pelni, Polda Sulsel, dan Kementerian Perhubungan, serta menyiapkan langkah hukum pidana dan gugatan perdata.
Dampak pada Rakyat Kecil
Menurut LEMPAR, praktik pungli dan penyalahgunaan wewenang di kapal bersubsidi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Subsidi negara yang harusnya meringankan beban masyarakat justru berubah menjadi ajang pungutan liar.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi tindak pidana. Negara sudah menyubsidi, rakyat masih diperas. Kapten kapal harus bertanggung jawab secara pidana maupun perdata,” tegas Lutfi.
Menunggu Jawaban PELNI
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT PELNI Cabang Makassar belum memberikan klarifikasi terkait somasi yang dilayangkan LEMPAR Sulsel.
Publik kini menunggu keseriusan PELNI sebagai BUMN strategis, sekaligus ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak praktik pungli di kapal perintis yang menjadi andalan masyarakat wilayah timur Indonesia.