GOWA | FAJARINDONESIANEWS.ID– Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang oknum guru terhadap siswanya. Ramli Dg Sutte, seorang ayah yang berdomisili di Desa Tinggi Mae, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tidak dapat menyembunyikan amarah dan kekecewaannya setelah mengetahui anaknya, MUH AZHAR ABRAHAM (13), siswa kelas II SMP Al-Muwahidin, diduga menjadi korban penganiayaan oleh seorang guru bernama Ustads Haidir.
Insiden memilukan ini terjadi pada Jumat, 24 Oktober 2025, di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi para siswa untuk menimba ilmu. Korban, MA, mengaku dipukul oleh gurunya hanya karena mengetuk pintu saat ujian berlangsung di kelas I. Tindakan yang seharusnya disikapi dengan pembinaan dan pendekatan yang lebih manusiawi, justru berujung pada kekerasan fisik yang meninggalkan trauma mendalam bagi korban.
Ramli Dg Sutte, dengan nada geram, mengungkapkan bahwa ia baru mengetahui kejadian tersebut setelah anaknya mengeluh pusing akibat pukulan yang diterimanya. “Awalnya saya tidak tahu. Tapi teman anak saya bilang Azhar Om tadi dipukul sama pak ustadz, kemudian saya pulang ke rumah dan memperjelas apa betul kamu dipukul,” ujarnya dengan nada penuh kekecewaan.
Menurut keterangan korban, guru berinisial UH yang mengajar akidah, nahwu, dan sarof, diduga melontarkan kalimat ancaman sebelum melakukan tindakan kekerasan. “Saya haramkan kamu masuk di mata pelajaranku,” ucap UH, seperti yang ditirukan oleh Azhar. Ucapan ini semakin memperkuat dugaan bahwa tindakan pemukulan tersebut dilakukan dengan sengaja dan penuh emosi.
Tindakan brutal oknum guru ini jelas melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dan menciderai citra pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kasih sayang, pembinaan, dan perlindungan terhadap anak didik. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan, apalagi dilakukan oleh seorang pendidik yang seharusnya menjadi teladan bagi para siswanya.
Ramli Dg Sutte, yang merasa tidak terima atas perlakuan yang dialami anaknya, berencana akan melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Ia berharap agar pelaku dapat segera diproses hukum dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Saya hanya ingin keadilan untuk anak saya. Sekolah seharusnya tempat belajar, bukan tempat anak-anak diperlakukan kasar,” tegasnya dengan nada berapi-api.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan di Kabupaten Gowa. Pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, dan pihak sekolah harus segera mengambil tindakan tegas untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Evaluasi terhadap kinerja guru, peningkatan pengawasan, dan penerapan sanksi yang tegas terhadap pelaku kekerasan harus menjadi prioritas utama.
Masyarakat juga diharapkan untuk lebih peduli dan berani melaporkan segala bentuk kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Jangan biarkan kekerasan merajalela dan merusak masa depan generasi penerus bangsa.
Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya. Kekerasan terhadap anak tidak dapat ditoleransi!





















