TAKALAR | FajarIndonesiaNews.Id – Setelah empat tahun terhenti akibat sengketa lahan, Sekolah Dasar Negeri (SDN) 95 Campagaya di Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, akhirnya kembali dibuka pada Senin (15/9/2025).
Sebanyak 128 siswa kini dapat kembali bersekolah di kampung sendiri setelah sebelumnya harus menempuh pendidikan di tengah keterbatasan fasilitas. Prosesi pembukaan ditandai dengan penyerahan lahan dari pihak ahli waris kepada Pemerintah Kabupaten Takalar melalui Bupati Mohammad Firdaus Daeng Manye, disaksikan camat, danramil, serta kapolsek setempat.
“Kami sangat bersyukur atas dibukanya kembali sekolah ini sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan normal. Anak-anak Takalar tidak kalah dengan anak-anak dari daerah lain selama diberikan kesempatan,” ujar Bupati Daeng Manye.
Menurutnya, Pemkab Takalar menyiapkan perbaikan bangunan sekolah pada tahun depan. Ia juga menargetkan penyelesaian seluruh sengketa lahan pendidikan dalam waktu dekat. “Dari tiga sekolah yang bermasalah, dua sudah rampung, yakni SDN 95 Campagaya dan SDN 153 Bontonompo di Polongbangkeng Selatan,” jelasnya.
*Sengketa Berlarut*
Kasus SDN 95 Campagaya bukan yang pertama di Takalar. Persoalan klaim tanah pendidikan memang berulang di sejumlah sekolah. Minimnya bukti kepemilikan lahan yang kuat sejak masa awal pembangunan membuat sekolah rentan dipersoalkan ahli waris.
Sengketa ini menutup akses anak-anak ke ruang belajar selama empat tahun. “Alhamdulillah, setelah arahan langsung dari Bupati Daeng Manye, kami bisa melakukan pendekatan yang lebih intens. Pihak ahli waris akhirnya bersedia menyerahkan kembali untuk kepentingan pendidikan,” kata Camat Galesong Utara, Sumarlin.
Namun, pengalaman panjang ini menyisakan pertanyaan: mengapa pemerintah daerah baru bergerak serius setelah bertahun-tahun sekolah ditutup?
*Titik Lemah Tata Kelola*
Pengamat kebijakan publik di Makassar menilai, kasus ini mencerminkan lemahnya tata kelola aset pendidikan. Banyak sekolah di daerah berdiri di atas tanah hibah informal tanpa akta resmi. Kondisi itu rawan digugat oleh pihak keluarga pemilik lahan.
“Selama status tanahnya abu-abu, sengketa seperti ini bisa muncul kapan saja. Penyelesaiannya sering kali lebih politis daripada administratif. Itu yang membuat masalah berlarut,” ujar seorang akademisi yang dimintai komentar.
Meski SDN 95 Campagaya kini dibuka kembali, persoalan status lahan pendidikan di Takalar masih jauh dari tuntas. Ke depan, pemerintah daerah dituntut tidak hanya menyelesaikan sengketa satu per satu, tetapi juga melakukan sertifikasi massal terhadap aset sekolah agar kejadian serupa tidak terulang.
Bagi 128 siswa yang kini bisa kembali belajar, pembukaan sekolah ini adalah kabar gembira. Tetapi bagi pengelola pendidikan, kasus ini menjadi pengingat bahwa akses belajar anak tidak seharusnya tergadai oleh administrasi lahan yang dibiarkan menggantung.(Wr)