GOWA | FAJARINDONESIANEWS.ID– Kisah pilu dialami seorang ibu rumah tangga bernama Marlina Makkasau (48), warga Perumahan Griya Samata Permai, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Rumah yang selama ini ia tempati bersama tiga anaknya ternyata berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.
Padahal, rumah tersebut bukan sembarang rumah. Itu merupakan Rumah Mahar Pernikahan yang diberikan mendiang suaminya, H Edy Ceng Adam, saat menikahinya secara resmi pada tahun 2000. Mereka dikaruniai tiga anak dari pernikahan itu, dua perempuan dan satu laki-laki, hingga sang suami meninggal dunia pada 2007.
“Rumah ini mahar pernikahan dari suamiku. Tapi tiba-tiba ada orang datang mengaku sebagai perwakilan pemilik rumah baru, atas nama Prof KH Mustari Bosra,” tutur Marlina dengan nada kecewa, Rabu (15/10/2025).
Masalah semakin pelik ketika Marlina justru dilaporkan atas dugaan penyerobotan rumah ke Polres Gowa oleh orang yang tak ia kenal.
“Aneh sekali, saya yang tinggal di rumah sejak tahun 2000 pas selesainya pernikahan, malah dilaporkan menyerobot rumah sendiri,” keluhnya.
Dari penelusurannya, Marlina baru mengetahui bahwa anak tirinya bernama H Hendrik ternyata memiliki sejumlah utang kepada Prof KH Mustari Bosra, yang dikenal sebagai Wakil Ketua Umum MUI Sulsel sekaligus Direktur PoltekMu Makassar, dimana rumah tersebut dijadikan jaminan utang, tanpa izin dan tanpa sepengetahuan Marlina.
“Yang berutang anak tiri saya, tapi kenapa saya yang didatangi. Ini jelas ilegal, karena rumah itu milik saya dan tidak pernah saya setujui jadi jaminan,” tegasnya.
Marlina juga mencurigai adanya konspirasi antara H. Hendrik, Pihak Developer Perumahan H Idrus Kaimuddin, dan Prof Mustari Bosra. Menurutnya, sertifikat rumah itu mengapa bisa terbit, padahal berkas rumah belum dipecah dan status kepemilikannya masih jelas atas nama suaminya yang telah memaharkan rumah tersebut kepadanya.
“Sebagai developer, H Idrus seharusnya menghubungi saya. H Hendrik tidak ada hak atas rumah itu, dan mereka tahu rumah ini adalah mahar pernikahan saya, dibuktikan dengan surat pernyataan yang mereka buat bersama,” ungkap Marlina.
Marlina mengakui juga memiliki bukti-bukti dokumen dan saksi hidup, dengan itu ia menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan haknya dan melaporkan semua pihak yang diduga terlibat.
“Rumah ini satu-satunya harapan saya dan anak-anak. Kami tidak akan tinggal diam. Saya akan menuntut keadilan agar hak kami dikembalikan,” pungkasnya.
Mengenai hal tersebut, Pihak Developer H Idrus Kaimuddin mengakui bahwa rumah tersebut milik dari suami marlina, dan mengakui dirinya tidak ada hubungannya dengan H Hendrik.
“Ini permasalahan keluarga mereka, dan saya tidak ada hubungan apa pun dengan H Hendrik. Soal lebih lebih lanjut masalah ini silahkan tanyakan ke Polres Gowa,” ucap H Idrus melalui telepon selularnya.
Di sisi lain, H. Hendrik justru mempertanyakan dasar keabsahan mahar pernikahan yang dimiliki Marlina.
“Panjang ceritanya ini, Pak. Dasar apa Ibu Marlina menganggap itu mahar? Kenapa waktu dijadikan mahar tidak diminta surat-suratnya?” tulis Hendrik melalui pesan singkat.
Sementara itu, Prof KH Mustari Bosra belum dapat dimintai tanggapan. Setelah beberapa kali dikonfirmasi dan dihubungi melalui telepon selularnya, namun tidak dapat terhubung sehingga belum memberikan respon hingga berita ini diterbitkan.
Tinjauan Hukum: Penjualan Mahar Termasuk Tindak Pidana
Secara hukum, Mahar Pernikahan (Mas Kawin) diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pasal 30 KHI menegaskan bahwa mahar menjadi hak penuh istri setelah akad nikah sah. Artinya, anak tiri tidak memiliki hak sedikit pun atas harta mahar milik ibu tirinya.
Dalam perspektif hukum pidana Indonesia (KUHP), tindakan anak tiri yang menjual atau menjaminkan mahar tanpa izin dapat dikategorikan sebagai penggelapan atau pencurian barang milik orang lain.
Selain itu, pembeli juga bisa dijerat pidana penadahan, apabila mengetahui atau seharusnya menduga bahwa rumah tersebut bukan milik penjual yang sah.